Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kebaikan yang dikenang waktu

Man Yazra' Yahsud | siapa yang menanam maka ia yang memetikHi sahabat BiluPing, berjumpa lagi dengan blog yang jarang sekali di update :D kali ini saya ingin bercerita tentang pengalaman ketika pulang kampung dalam rangka Idul Adha kemarin. Seperti biasanya saya mudik sehari sebelum Idul Adha dan bisa dibayangkan bagaimana arus mudik begitu besar. Karena mobil yang biasa menjadi langganan saat pulang kampung sudah full penumpang, saya terpaksa ke terminal namun persaingan mendapatkan kursi penumpang begitu besar.
Saya kesulitan menemukan mobil yang masih muat penumpang secara wajar. Saya harus menggaris bawahi kata “muat penumpang secara wajar” soalnya ada beberapa mobil yang terlihat membawa penumpang melebihi kapasitas yang seharusnya, termasuk salah satu mobil yang sempat berhenti memberikan kode kepada saya untuk naik sedangkan ketika saya melirik ke dalam, penumpang terlihat duduk berdesakan bahkan pandangan mereka seakan berkata “plisssss... jangan naik, di sini sudah gak muat”

Lama menunggu, akhirnya sebuah mobil yang hanya berisi 2 penumpang berhenti, setelah menawar harga dan sopir tetap ngotot dengan harga yang lebih mahal dari biasanya, mau tak mau saya pun menyepakatinya. Salah satu hal yang membuat saya begitu menikmati menggunakan angkutan umum karena saya bisa mendengar orang-orang saling bercerita tentang pengalaman mereka. Tak jarang saya akan larut dengan kisah yang mereka ceritakan. Angkutan umum seperti sebuah ruang dimana orang yang tak saling kenal akhirnya diakrabkan oleh tujuan, jarak, dan waktu. Entah bagaimana melukiskannya tapi ini seperti sebuah pengalaman spiritual bagi saya.

Mobil mulai melaju dan sesekali singgah memberikan kode pada orang-orang di pinggir jalan. Ada begitu banyak calon penumpang menanti kursi kosong yang akan mengantar mereka ke kampung halaman. Mobil yang saya tumpangi berhasil mendapatkan 6 penumpang sebelum melaju melewati macet dan meninggalkan Makassar.

Perjalanan kali ini di dominasi dengan cerita tentang laut, sepasang suami istri (saya lupa tanyakan namanya, sebut saja Bapak Pelaut dan Ibu Pelaut) merupakan pemilik sebuah kapal penangkap ikan. Mereka baru saja dari Makassar membeli beberapa jaket pelampung untuk anak buah kapalnya (ABK), katanya itu adalah salah satu syarat yang diberikan oleh Polairud (Polisi Air dan Udara) agar bisa berlayar.

Percakapan tentang laut semakin seru ketika seorang bidan yang bertugas di pulau-pulau terpencil juga langsung bercerita tentang pengalamannya menyebrang laut menggunakan kapal. Banyak hal yang dibahas seperti jenis ikan tangkapan, harga ikan, musim saat ombak tinggi, jenis-jenis mesin kapal, bahkan hingga pantangan bugis atau pantangan orang-orang tua dahulu saat seseorang di laut. Sepanjang perjalanan saya seakan diajak menikmati keindahan perjalanan laut yang memang belum pernah saya lakukan.

Man Yazra' Yahsud, siapa yang menanam maka ia yang memetik

Satu hal yang benar-benar menyentuh hati saya diantara cerita-cerita tersebut ketika mobil melaju di daerah Pangkep, bapak pelaut mulai bercerita bahwa dahulu saat ia pertama kali mau berlayar ke Pare-pare, kapalnya sempat bersandar beberapa hari di Pangkep karena as mesin yang rusak sedangkan saat itu ia sama sekali tak punya uang. Ia akhirnya berkenalan dengan Baco, seorang warga lokal. Di temani Baco, ia berkeliling di beberapa rumah warga untuk mencari pinjaman uang namun sayangnya ia tak menemukan seorangpun yang bisa meminjamkan hingga akhirnya Baco sendiri yang meminjamkan uang 500.000 dan menemaninya ke Makassar membeli as mesin. Kapal akhirnya bisa kembali berlayar dan tak lama setelah itu ia kembali bersandar ke Pangkep menumui Baco dan mengembalikan uang yang dahulu ia pinjam dan melebihkan 250.000. Baco menolak kelebihan uang tersebut namun bapak pelaut tetap bersikeras meyakinkan bahwa itu adalah tanda terima kasih dan ikhlas diberikannya, akhirnya Baco menerimanya. “Kejadian itu terjadi di tahun 70an" kenangnya. "Entah saat ini Baco masih hidup atau tidak? Soalnya waktu itu umurnya sekira 60-an” ia melanjutkan.

Saya sempat terdiam dan merenung, betapa sebuah kebaikan dapat bertahan dalam memori dan menggetarkan hati. Mungkin saja setiap kali bapak pelaut melintasi daerah Pangkep, ia akan selalu terkenang dengan memori ini dan tak akan berhenti bercerita pada orang di dekatnya bahwa disini pernah ada seorang bernama Baco. Saat itu saya sempat berkata dalam hati, Andai Baco bisa mendengarnya, ia akan merasa begitu senang karena masih ada orang yang mengenangnya.

Man Yazra' Yahsud, siapa yang menanam maka ia yang memetik. Siapa yang menanam sebuah kebaikan maka ia sendiri yang akan memetik kebaikan itu, seperti Baco yang mungkin tak menyadari bahwa kebaikan yang ia tanam puluhan tahun sebelumnya akan tetap dikenang hingga saat ini.

Kebaikan apa yang akan kamu tanam hari ini?


وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.( Q.S Al-Baqarah : 148 )

10 komentar untuk "Kebaikan yang dikenang waktu"

  1. Kebaikan walau sekecil apapun kepada orang lain pasti akan tetap selalu diingat orang tersebut. Sudahkan berbuat kebaikan hari ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul tuh mas Bimo. setiap kebaikan yang kita berikan akan selalu diingat oleh orang tersebut bahkan ketika kita sudah melupakannya :D

      Hapus
  2. Balasan
    1. Ada kok mas Immanuel, itu buktinya adalah pak Baco. Soalnya saya dapat kisahnya dari sumber langsung :)

      Hapus
  3. pelajaran yang sangat berharga, Subhanallah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bermanfaat yah mas/mba :)

      Hapus
  4. siapa yg menanam pasti akan dipuji pengunduh .krna tak semua yg diuntuh hasil yg ditanam hehe melenceng nih komen na gan

    BalasHapus
  5. sungguh tulisan yang menyentuh dan menginsfirasi sekali gan

    BalasHapus
  6. Masyaallah. Sungguh menyentuh. Semoga kita semua dapat memiliki kesempatan untuk selalu berbuat kebaikan.

    BalasHapus

Kami menghargai setiap tanggapan pembaca.
Kami akan berusaha merespon tanggapan tersebut secepatnya, اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ

Catatan
1. Jangan SPAM yah....
2. Tidak menggunakan link hidup
3. Silahkan berkomentar dengan sopan