Begitu pentingkah harga diri?
"Pada dasarnya tak ada orang yang ingin dibuat malu (terutama di depan umum)"
Kali ini saya ingin menceritakan sebuah kepingan dari pengalaman hidup saya di akhir masa sebagai mahasiswa. Desember 2012 adalah puncak dari perjuangan saya selama 4 tahun di kampus, wisuda tentu saja. Sejak subuh saya sudah terbangun dan berpakaian rapi demikian juga orang tua yang memang di undang oleh kampus. Kami tiba pukul 7 pagi (lebih sedikit). Hari itu adalah lebih 1000an mahasiswa yang juga akan di wisuda. Saya pun mengambil tempat duduk sesuai nomor urut yang diberikan.
Acara pun dimulai sekitar pukul 8 lewat atau mungkin jam 9, entahlah saya tak memperhatikannya padahal saat itu ada jam tangan yang melingkar di tangan kiri ada juga jam ukuran besar di ruangan itu. Saya sibuk dengan kebahagiaan bersama teman-teman saat itu. Hari ini Pak Walikota Makassar yang saat itu masih dijabat oleh Bapak Ilham Arif Sirajuddin akan membawakan kata sambutan sekaligus nasehat bagi para sarjana di ruangan tersebut. Urutan acara pun di mulai dari pembukaan, guru besar yang memasuki ruangan bersama pak walikota, lantunan ayat suci Al-Qur'an dan saat itu giliran Pak Walikota yang berada di atas panggung. Di tengah pidatonya, perut saya tiba-tiba sakit.
Malam sebelumnya, saya memang sempat minum obat pelancar BAB soalnya beberapa hari ini perut saya memang sakit. Masalah susah BAB sebenarnya bukan hal baru bagi saya, setidaknya selama ini seingat saya memang sering terlambat berbeda dengan orang lain yang setiap hari jadi saya anggap itu normal (untuk standar pribadi tentunya). Masalah ini biasanya semakin parah jika saya terlalu lama duduk di depan monitor ditambah dengan kebiasaan yang kurang minum. Jika sudah sakit seperti itu saya baru banyak minum air putih kembali kemudian konsumsi pisang tapi jika belum juga berhasil saya terpaksa minum obat pelancar BAB, obat selalu menjadi alternatif terakhir bagi saya.
Biasanya setelah minum obat, 15 - 30 menit kemudian perut akan bereaksi (kadang juga sampai 2-3 jam). Saat bereaksi ini, perut akan terus berbunyi seperti saat kelaparan disertai rasa sakit seperti diremas, ditusuk, belum lagi rasa lemas yang melanda dan beberapa saat setelah itu efeknya akan membuat kita olahraga keluar masuk toilet :D Pada masa ini kita harus banyak minum soalnya tubuh mendekati masa dehidrasi dan tentu saja, tidak boleh jauh-jauh dari toilet.
terkadang perkataan tak semudah kenyataan bukan?
Namun malam itu saya kurang beruntung, setelah minum obat reaksinya tak juga muncul bahkan ketika berangkat wisuda tak ada tanda-tanda kemunculannya namun baru bereaksi saat di ruang wisuda (sekitar 12 jam setelah minum obat). Keringat dingin saya mulai bercucuran selain karena ruangan tersebut agak panas karena ada begitu banyak orang di dalamnya juga karena perut saya sudah mulai sakit, satu-satunya hal yang paling saya inginkan saat itu adalah toilet, bukan wisuda. Saya mencoba berdiri, berniat meminta izin pada panitia namun ia segera menegur dengan isyarat dan seakan berkata "Hormati Pak Walikota, ke toiletnya di tahan dulu". Saya memang memaklumi hal tersebut tapi terkadang perkataan tak semudah kenyataan bukan? Sya mencoba duduk kembali tapi perut semakin sakit. Detik itu juga saya tak peduli dengan walikota, tak peduli dengan panitia bahkan mungkin tak peduli dengan wisudanya, ada hal yang paling berharga dibanding itu semua yaitu rasa malu dan harga diri saya. Saya berdiri, berjalan di antara barisan kursi wisudawan, beberapa panitia mencoba mendekat namun saya percepat langkah dan melewati dinding pembatas. "Saya bebas"
Cerita selanjutnya tak perlu saya bahas, itu konsumsi pribadi. Setidaknya saya tetap kembali ke ruangan wisuda dan Pak Walikota juga masih berdiri di tempatnya.
Malu dan Emosi
Ada cerita lain yang pernah saya baca di harian lokal, seorang calon legislatif membagikan kompor gas ke beberapa rumah makan di daerahnya. Saat ia tak lolos jadi anggota legislatif, Si caleg tadi datang ke rumah makan tersebut meminta kembali kompor gasnya. Seorang pemilik rumah makan menolak secara halus soalnya saat itu kompor tersebut sedang digunakan untuk memasak namun si caleg ini tetap bersikeras hingga akhirnya pemiliki rumah makan ini merasa di permalukan di depan pelanggannya. Siapa tidak malu coba, pelanggan lagi banyak-banyaknya terus tiba-tiba caleg tersebut datang ingin mengambil kompor begitu saja? Dengan emosi, akhirnya si pemilik rumah makan ini melepas kompor gas yang sementara digunakan memasak lalu membantingnya di depan sang caleg.
Pengalaman saya dan kisah pemilik rumah makan mungkin terdengar jorok dan kurang ajar tapi ada sebuah nasehat yang begitu penting terselip dalam kisah tersebut tentang betapa berharganya sebuah harga diri dan juga bagaimana seseorang dapat melakukan apapun saat terdesak. Pada dasarnya tak ada orang yang ingin dibuat malu (terutama di depan umum) karena setiap orang itu memiliki harga diri dan ingin di hargai. Pada kisah saya, saya tentu tak ingin malu di depan ribuan pasang mata yang berada di ruangan wisuda demikian juga pemilik rumah makan yang sebenarnya tak ingin dibuat malu di depan para pelanggannya. Hal tadi akhirnya menciptakan perasaan tertekan dan terdesak untuk melindungi harga diri dan dalam kondisi ini, apapun bisa saja dilakukan.
Semoga tulisan sederhana ini dapat menjadi sebuah pelajaran yang berharga bagi kita semua. Harga diri seseorang itu tidak pernah bisa di nilai, itulah mengapa kita perlu lembut dalam menghadapi orang lain. Jadi bagaimana sobat pembaca, apakah menurut kalian harga diri itu penting?
Sumber gambar:
Harga diri - guetau.com
Harga diri teramatlah sangat penting dan wajib bagi kita untuk selalu menjaganya, tiada harta dan pangkat yang tertinggi di muka bumi ini selain Harga diri yang indah dan menyejukkan hati sekelilingnya..:D
BalasHapusBetul tuh mang, semoga setiap orang sadar untuk memperlakukan harga diri orang lain dengan selayaknya :)
Hapushiya saya juga sepakat dengan yang di bilangin mang lembu, ih..mang lembu emang keren deh ih
BalasHapusKang Lembu memang inspiratif seperti Mario Teguh jadi banyak yang sepakat kang :)
HapusHaduh mang lembu bisa aja,, padahalkan satu orang ya. hehe
HapusItu namanya memotivasi diri mas Achmad. Mang Lembu memang top markotop :)
HapusSetuju banget dgn pendapat yang pertama.
BalasHapusKan memang baru ada 1 pendapat mas :D
HapusSusah memang ya Bang, kalok uda berhadapan sama orang besar. Sigh.
BalasHapusTapi kalau masalah harga diri dan terdesak, orang besar mah lewaaaat :D
Hapushahaha, acara sakral masih sempet2nya nahan BAB, aturan kesehatannya dijaga.. untung waktu saya wisuda dulu tidak terjadi hal-hal yang menyeramkan, seperti menahan BaB..
BalasHapusternyata didaerah sana ada juga yang dibagiin kompor gas ya, kirain cuma didaerah saya.. banyak para caleg yang stress akibat gagal terpilih...
Ini mah bukan nahan tapi efek obat yang telat bereaksi :D
HapusCaleg itu membuktikan bahwa dirinya belum bersikap dewasa menghadapi persoalan hidup. Gimana mau menang jika pemberiannya berdasarkan niat tertentu :D
Menurut sy
BalasHapuspenting dong mas. Tapi lebih penting lagi kalo kitanua juga gak berusaha jatuhin hd orang lain
Di tulisan di atas gak ada yang berusaha jatuhin orang kok mas :)
HapusHm .. memang lebih baik ke toilet daripada ditahan :)
BalasHapusTp saya penasaran ... bagaimana setelah balik dari toilet? Eh, konsumsi pribadi ya katanya :D
Yang di toiletnya konsumsi pribadi kak. Kalau setelah balik dari toilet, saya masuk kembali ke ruangan wisuda, duduk dengan santai seakan tak ada hal yang telah terjadi :)
HapusMemang sekarang dimana mas Su Jarwo?
BalasHapuspeduli setan sama orang-orang yang gak tau betapa mulesnya saat "Panggilan alam" datang :) saya juga pernah ngalamin hal itu :D
BalasHapusToilet itu, sebuah ruangan sederhana namun orang-orang bahkan rela ninggalin bos, acara penting atau apapun itu asal bisa berada di ruang sederhana itu :D
HapusItulah hidup, sederhana bukan berarti tak bernilai.
Makasih kunjungannya
penting lah mas :)
BalasHapusIa mba', bahkan bisa dibilang sangat penting :)
HapusHarga diri. Tapi cerita fadly gk nyangkut harga diri loh.. tapi percepat diri... :D dan percaya diru
BalasHapusKalau nggak cepat bisa repot... :D
Masalah pemilik warung dan kompor bleduknya juga menurut saya bukan harga diri tp konskwensinya.... semestinya... alarm pertama berbunyi si pemilik warung sudah antisipasi. Caleg itu kan dtg ngambil haknya ( menurut dia ) harusnya tunaikan kewajibannya doonk....(pemilik warung harus ngasih) semestinya mengerti harus mengalah.
Bukan harga diri malah. Tapi harap di beri. :)
Tapi tetap aja mba, meskipun barangnya dipinjam tapi sebagai pemilik tentunya harus tau batas. Masa ia diminta depan pelanggannya ;0
Hapuskunjungan perdana nih di biluping.com
BalasHapuskeren banget deainnya. isinya juga suka, terutama gaya tulisannya.
pada waktu-waktu tertentu, kebutuhan primer seseorang bisa sangat berbeda.
Hi..hi.., jadi teori hirarki kebutuhan Maslow tak bisa didudukkan di sini. Bukan pangan, atau sandang. Kebutuhan primer penulis adalah toilet. (*ah...komen apaan) :)
Betul tuh, jadi kejadian ini sekaligus meruntuhkan teori kebutuhan karena kebutuhan itu bergantung waktu dan kondisinya :D
Hapuskalau masalah harga diri gak usah di pertanyakan lagi mas,udah pasti penting kok malah lebih penting dari segalanya :)
BalasHapusIa mba, betul itu :)
Hapuskerajinan kayu
BalasHapus